Tak Memenuhi Syarat, 36 Izin Amdal Dicabut
Kendari, UB
Untuk mendapatkan izin amdal, seluruh poin yang disyaratkan harus terpenuhi. Bila ada poin yang diabaikan, maka sangat berpotensi menimbulkan masalah. Tidak hanya bagi lingkungan, namun juga berimplikasi pada masyarakat sekitarnya. Sayangnya, ada saja oknum yang menjadikan pembahasan izin amdal bak secarik formalitas belaka. Dengan berbagai cara, mereka mengobral penerbitan izin amdal untuk mendapat Surat Keterangan Kelayakan Lingkungan (SKKL) dan izin lingkungan.
Kendari, UB
Untuk mendapatkan izin amdal, seluruh poin yang disyaratkan harus terpenuhi. Bila ada poin yang diabaikan, maka sangat berpotensi menimbulkan masalah. Tidak hanya bagi lingkungan, namun juga berimplikasi pada masyarakat sekitarnya. Sayangnya, ada saja oknum yang menjadikan pembahasan izin amdal bak secarik formalitas belaka. Dengan berbagai cara, mereka mengobral penerbitan izin amdal untuk mendapat Surat Keterangan Kelayakan Lingkungan (SKKL) dan izin lingkungan.
Ternyata sinyalemen itu juga terjadi di Sultra. Hasil evaluasi Kementerian Lingkungan Hidup (KemenLH) dan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sultra di kabupaten/kota, menemukan sebanyak 36 izin amdal yang terkesan dipaksakan. Sebab ada beberapa poin yang seharusnya dipenuhi pemrakarsa, namun datanya diacuhkan komisi amdal. Padahal untuk mengantongi izin, dokumen amdalnya harus memenuhi unsur ketajaman, konsistensi dan keharusan. Tidak hanya itu, berkasnya harus memenuhi kaidah ilmiah dari berbagai disiplin ilmu seperti geologi, sosial budaya, biologi, fisika, kimia dan lainnya.
Atas temuan itu, BLH Sultra pun mengeluarkan surat rekomendasi pencabutan. Rekomendasi itupun langsung ditindaklanjuti kementerian dengan menyetujuinya. Bukan hanya itu, licensi komisi amdalnya pun ikut dicabut lantaran diangap menerbitkan izin amdal yang tak layak.
"Hasil evaluasi produk amdal menemukan 36 izin yang tidak memenuhi syarat. Temuan tim terbanyak di Bombana, yakni 29 izin disusul Konawe Selatan (Konsel) sebanyak 7 izin. Sementara di daerah lain, tim belum menemukan adanya indikasi produk amdal tak layak. Namun bukan berarti, produk amdal saat ini dianggap memenuhi syarat. Sebab belum semuanya produk-produk amdal yang diperiksa. Makanya, evaluasi terhadap izin amdal ini akan terus dilakukan," beber Hakku Wahab, Kepala BLH Sultra di ruang kerjanya, kemarin.
Mantan PJ Bupati Bombana ini menegaskan, langkah ini merupakan warning bagi pemrakarsa maupun komisi amdal kabupaten/kota. Jika tidak memenuhi syarat, izin lingkungannya akan dicabut. Ini berarti, izin-izin lainnya bisa dinyatakan gugur. Sebab izin amdalnya dianggap tidak layak. Konsekuensinya, pengerjaan fisiknya juga akan akan terhambat terutama izin pembangunan smelter. Sebab dokumen amdalnya harus diruntut dari awal lagi. Mulai dengan mengajukan Kerangka Acuan (KA), tahap pengajian amdal hingga penerbitan SKKL dan izin lingkungan.
Setiap pembangunan atau proyek yang dianggap bisa berdampak luas kata mantan Kadis ESDM Sultra ini, terlebih dahulu dikaji aspek kelayakan lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan pada hakekatnya dilaksanakan untuk mewujudkan pembangunan berlanjut (sustainable development). Berdasarkan PP nomor 27 tahun 1999, Amdal adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup. Kajian ini menghasilkan dokumen KA, analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan. Diantaranya, penentuan kriteria wajib amdal sebagaimana tercantum dalam Permen LH nomor 11 tahun 2006. Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002. Untuk pedoman penyusunannya harus sesuai dengan Permen-LH nomor 08 tahun 2006. Sementara kewenangan penilaian merujuk pada permen-LH nomor 05 tahun 2008.
"Karena licensi komisi amdalnya dicabut, maka proses pembahasan di Konsel dan Bombana diserahkan ke provinsi. Bila tim komisi amdal di daerah telah mendapat licensi, baru akan diserahkan ke daerah. Sebab UU nomor 23 tahun 2014, tetap memberikan ruang bagi daerah. Namun hanya izin non-produksi seperti izin amdal pertanian, perikanan atau izin yang relatif kecil," jelas pria yang akrab dengan awak media ini. (amal)
No comments:
Post a Comment