"Pengelolaan negara saat ini telah dilihat dari kacamata yang sangat teknokratik dan berjangka pendek, seakan sedang mengelola perusahaan. Proses depolitisasi dan de-ideologi negara dan bangsa ini, sangatlah berbahaya," kata Megawati seperti dimuat di Kompas, silakan baca di sini http://nasional.kompas.com/read/2011/12/12/11474784/Megawati.Negara.Salah.Urus. Malam harinya, saya tonton di TV, Mega mengucapkannya sambil telunjuknya mengacung kesana kemari seperti kebiasaannya. Intinya : negara ini salah urus!
Saya geli mendengar pernyataan Megawati. Semua orang di Republik ini yang mengalami masa pemerintahannya, pasti tahu seperti apa cara Mega mengelola negara. Saat itu sampai ada joke istilah “RI 1 ½” untuk menyebut Taufik Kiemas, suami Mega. Karena TK dianggap “the real President, the man behind the President”. Kebijakan politik di jaman Pemerintahan Megawati banyak dipengaruhi oleh kemauan Taufik Kiemas.
Kalo anda bukan pelupa, mungkin anda masih ingat – meski saya sendiri lupa tepatnya itu tahun berapa – ketika Mega dan keluarga besarnya merayakan pesta tahun baru di Bali – konon kabarnya merayakan ulang tahun TK – kemudian keesokan harinya, sekembalinya ke Jakarta, Mega mengeluarkan kebijakan kenaikan harga BBM, yang dianggap “kado tahun baru” paling tidak berperikemanusiaan bagi rakyat Indonesia. Ketika berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa berdemo menentang kebijakan ini, Mega justru mengumpulkan massanya sendiri, pendukung PDIP dan berorasi sambil seperti biasa telunjuknya mengacung-ngacung : “apakah kalian mau hidup sederhana?!”. Nah lho! Wong cilik itu sudah sepanjang tahun hidup sederhana. Sedikit saja ada kenaikan harga, periuk nasinya bisa terguling, dapurnya bisa tak berasap lagi.
Jangan lupa juga, jaman Megawati berkuasa dikeluarkan kebijakan “Release and Discharge” (R&D) yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Inti dari keputusan ini adalah memberi perpanjangan batas waktu bagi para pengutang BLBI dari 4 tahun menjadi 10 tahun dan memberi keringanan tingkat suku bunga menjadi 9% saja, dari yang semula sama dengan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Kebijakan tersebut merugikan keuangan negara senilai sekitar Rp. 144,53 triliun. Alias sekitar 21,57 kali lipat dari kerugian negara akibat bail out abal-abal Bank Century yang merugikan negara senilai Rp. 6,7 triliun. Satu paket dengan R&D, kebijakan lainnya seperti MSAA (Master Settlement for Acquisition Agreement),APU (Akta Pengakuan Utang), yang semuanya setali 3 uang : hanya menguntungkan obligor BLBI secara sepihak!
Di jaman Megawati memerintah, Tim Ekonominya (Menko Perekonomian Dorodjatun, Menkeu Boediono yang sekarang jadi Wapres, dan Meneg BUMN Laksamana Sukardi, yang kader PDIP) melakukan privatisasi BUMN secara cepat (fast tract privatization). Akibatnya BUMN atau perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki Pemerintah, jatuh ke tangan pihak asing. Contohnya penjualan saham PT. Indosat pada tahun 2003, kepadaSingapore Technologies Telemedia (STT), anak usaha Temasek Holding Company, MNC (Multi National Corporation) asal Singapura sebesar 41%. Temasek melalui anak usahanya yang lain, Singtel (Singapore Telecommunication) juga membeli saham PT. Telkomsel yang notabene milik pemerintah RI, sekitar 35%. Penjualan saham milik Pemerintah kepada asing ini telah melanggar Undang-undang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat, dimana kepemilikan Temasek terhadap 2 perusahaan telekomunikasi besar ini berpotensi menjadi monopoli. Dan kerugian strategisnya adalah “kedaulatan negara”! Sistem keamanan Indonesia bahkan rahasia negara kita dapat saja dicuri/disadap Singapura, karena Indosat pemilik satelit komunikasi kita, satelit Palapa.
Dalam hal kebijakan dan diplomasi internasional, di masa Megawati juga payah. Saat beliau berkuasa, Sipadan dan Ligitan lepas ke tangan Malaysia. Lalu Mega juga menetapkan kebijakan imbal beli 2 unit pesawat Sukhoi jenis SU-27 dan SU-30 dan 2 unit helikopter MI-35, senilai +/- 1 triliun rupiah, dibayar dengan uang muka 12.5%, sisanya diangsur selama 24 bulan berupa imbal dagang produk pertanian Indonesia seperti kedelai dan kelapa sawit kepada Rusia. Kebijakan ini adalah buah dari kunjungan Megawati ke Rusia yang perjanjian pembeliannya ditandatangani oleh Rini Suwandi< (Menteri Perdagangan saat itu) dan Widjanarko Puspoyo (Dirut Bulog saat itu yang kemudian menjadi terpidana kasus korupsi besar), yang disaksikan langsung oleh Megawati pada 22 April 2003 di Moskow. Padahal Komisi I DPR dan Menhan tidak menganggarkan pembelian Sukhoi. Panglima TNI pun tidak mengetahui proses imbal beli tersebut. Memang antara Megawati dan Rini Suwandi memiliki kedekatan khusus. Rini tak dapat menjawab pertanyaan wartawan yang menanyakan harga per-unit dari peralatan militer tersebut, sehingga ada dugaan terjadi mark up harga. Belum lagi Perum Bulog saat itu melakukan pinjaman kepada Bank Bukopin senilai 26 juta U$ (220 miliar), yang dinilai menyalahi Legal Lending Limit (batas maksimum pemberian kredit), karena modal yang disetor Bank Bukopin hanya 290 milyar, sedang batas maksimun kredit dibawah 70% dari modal. Ini menyalahi UU Perbankan dan ketentuan BMPK. Dalam APBN 2003 pun tidak ada alokasi dana untuk pembelian senjata dari Rusia, sehingga Budiono sebagai Menkeu saat itu mengusulkan untuk menggunakan dana APBN yang seharusnya untuk bencana dan cadangan umum.
Dari semua fakta di atas, apakah Megawati merasa itu bukan “salah urus” dalam mengelola negara? Cobalah click link berita Kompas yang saya tulis di atas, anda akan tersenyum sendiri, ketawa ngakak atau ikut gemas membaca komentar yang ada. Ada yang lucu, sinis, ada pula yang kasar memaki. Saya tak punya maksud apa-apa dengan menulis ini. Hanyalah berjuang melawan lupa. Bangsa kita ini kan bangsa pelupa dan pemaaf. Cukup hanya dengan selembar kaos dan sekantong sembako atau selembar uang 20 ribuan saat kampanye, lupalah semua keburukan dan ketidak-becusan. Makin banyak iming-iming yang mengucur, peluang dipilih kembali akan makin besar. Megawati, meski usianya sudah cukup lanjut, ambisinya untuk kembali mencalonkan diri jadi Presiden tidaklah surut. Meski secara tersirat suaminya sudah menyampaikan pesan agar Mega tidak mencalonkan diri lagi pada 2014.
Ibu Mega, maaf kalo saya lancang menulis kembali serangkaian “prestasi” luar biasa selama masa Pemerintahan Ibu. Sekedar mengingatkan saja, mungkin Ibu sudah lupa. Maklum, di usia 60 tahun manusia sering suka lupa. Apalagi sekarang mewabah penyakit “lupa berat”. Mungkin Ibu pun tetap belum menyadari bahwa sebenarnya penyebab terbesar kekalahan Ibu pada Pilpres langsung 2004 adalah karena Ibu dinilai gagal oleh mayoritas rakyat Indonesia. Dalam 3 tahun memimpin, belum ada peningkatan kesejahteraan atau upaya ke arah itu. Maaf Ibu, ini pernyataan jujur.
Rakyat Indonesia sudah cukup baik, Ibu tidak dimintai pertanggungjawaban atas lepasnya Sipadan dan Ligitan, atas terjualnya Indosat, atas dikemplangnya dana BLBI. Jadi, mungkin lebih baik Ibu momong cucu saja sambil duduk manis di kursi goyang, dari pada nanti kursi Ibu digoyang rakyat, cucu Ibu gak ada yang momong.
Oh ya, satu lagi... tolong Ibu sampaikan pesan pada Putri Ibu – karena tampaknya jika Ibu Mega terpaksa tidak maju pada 2014, Mbak Puan lah yang akan jadi Capres dari PDIP. Mengandalkan kebesaran ayah atau kakek yang memang dicatat sejarah sebagai negarawan sekaligus seorang nasionalis sejati, tidaklah menjamin seseorang mampu menyamainya atau melanjutkan ideologinya. Sebab kemampuan seseorang bukanlah menurun/menitis secara otomatis kepada keturunannya. Maaf Ibu, saya lihat Mbak Puan masih seperti Ibu Mega, mengandalkan “trah” Soekarno sebagai jualan utama. Mbak Puan selalu memasang foto besar kakeknya, almarhum Soekarno dan foto ibunya di belakang foto dirinya pada setiap baliho/spanduk kampanye waktu hendak jadi anggota DPR 2009 lalu. Dan kini, ketika sudah duduk di Senayan, saya kok gak pernah mendengar suara Mbak Puan, meski banyak issu besar yang bisa disuarakan. Saya juga belum melihat prestasi perjuangan Mbak Puan sebagai wakil rakyat. Kalo modalnya masih sama saja : nebeng nama besar kakek, saya kuatir hasilnya gak akan jauh-jauh dari Ibu. Semoga Ibu dan Mbak Puan lebih siap mental menghadapi hasil 2014.
Sumber Tribun News...
Catatan : data-data kebijakan masa pemerintahan Megawati didapat dari berbagai sumber berita di internet.
http://beritasore.com/2008/04/09/pemerintah-diminta-cabut-release-and-discharge-obligor-blbi/
http://politik.kompasiana.com/2009/06/11/buntung-megawati-jual-indosat-2002/
http://sambelalab.wordpress.com/2010/11/09/pemerintahan-megawati-privatisasi-bumn-ke-tangan-asing-2001-2004
http://sayangkalyantiga.blogspot.com/2010/01/kebijakan-pemerintah-megawati.html
No comments:
Post a Comment