
Peredaran Narkotika dan Obat Terlarang (Narkoba) di Sultra sudah masuk tahap menghawatirkan. Faktanya, hasil penilitian Badan Narkotika Nasional (BNN), pelaku penyalahgunaan narkoba di Sultra mencapai 21.568 orang. Meskipun masih lebih kecil dibandingkan 4,1 juta pelaku penyalahgunaan narkoba di Indonesia, angka ini cukup fantastis dibandingkan jumlah penduduk Sultra yang hanya 2,4 juta penduduk. Yang memperihatinkan lagi, korban penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar sudah mencapai 22 persen.
Sebagai upaya menuntaskan persoalan penyalahgunaan narkoba, para sindikat pengedar sudah banyak yang dihukum. Namun bukannya berkurang, malahan cenderung mengalami peningkatan. Padahal sudah banyak para sindikat yang mendapat hukuman maksimal baik hukuman mati maupun seumur hidup.
Kepala BNN RI, Komjen (Pol) Anang Iskandar mengungkapkan setiap tahunnya, penyalahgunaan narkoba terus mengalami peningkatan dan tidak pernah kunjung tuntas. Peningkatan jumlah penyalahgunaan atau pecandu berbanding lurus dengan maraknya jaringan sindikat narkoba. Selain itu, peredaran narkoba juga semakin luas. Bukan hanya di tempat hiburan saja, bahkan narkoba kini telah merambah di kalangan pekerja kantoran dan pelajar.
Meskipun sudah ada upaya maksimal pemerintah untuk membuat jera para pelakunya, namun hingga kini belum berjalan efektif. Salah satu penyebabnya, belum ada pembedaan atas pasal pidana yang menjerat pengguna dan sindikat pengedar. Sehingga terkadang, para pengguna yang menjadi korban sindikat narkoba bukannya sembuh malah semakin terjerat. Sebab tak ada upaya pemerintah untuk merehabilitasi mereka. Akibatnya, ketika selesai menjalani hukuman, mereka kembali mencari tempat yang dianggap aman hanya untuk menuntaskan ketergantungan mereka.

Pada tahun 2014, BNN telah mencanangkan tahun rehabilitasi bagi korban pengguna narkoba. Padangan masyarakat bahwa pengguna narkoba sebagai pelaku kejahatan harus dirubah, dan sindikat pengedar narkoba akan dihukum maksimal. Namun untuk memisahkan para pengguna dan pengedar, BNN bersama, Kepolisian RI, MA, Kejaksaan dan Menteri Kesehatan (Menkes) telah sepakat untuk membentuk lembaga khusus. Nantinya, lembaga ini yang akan menilai mana pengguna murni dan pengedar. Sehingga penanganannya dipisahkan. Untuk pengguna murni, prosedurnya melalui proses rehabilitasi dan bagi sindikat pengedar akan dipidanakan.
Gubernur Sultra, Nur Alam mengapresiasi langkah yang dilakukan BNN. Menurutnya, proses ini dianggapnya adil sebab tidak semuannya pengguna narkoba adalah pelaku kejahatan. Sebab ada juga yang menjadi korban. Sehingga perlu ada pemisahan antara pengguna dan pengedar. Untuk merealisasikan kebijakan BNN, pemprov akan menyiapkan ruangan khusus panti rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba di RS Bahteramas. Bukan hanya sekedar panti rehebilitasi, ia juga menawarkan kerjasama dan kalau bisa menjadi model panti rehabilitasi di kawasan Indonesia timur.
"Saya rasa, kawasan RS Bahtermas yang seluas 18 hektar masih cukup luas untuk panti rehabilitasi. Kalau perlu, nanti akan disiapkan ruang khusus bagi para pengguna narkoba. Bila memungkinkan, ruang rehabilitasi para pengguna narkoba akan menjadi model pencontohan. Pemprov siap mengalokasikan anggaran untuk mewujudkan ruangan khusus tersebut,"jelas Ketua DPW PAN Sultra ini.

Peraih penghargaan Bintang Maha Putera ini juga mengkritisi minimnya penanganan kasus penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan laporan, penanganan kasus penyalahgunaan narkoda di Polda hanya 267 kasus dengan jumlah pelaku sebanyak 370 orang. Bila dibandingkan dengan data pengguna narkoba di Sultra sebanyak 21.568, penanganannya masih relatif kecil. Untuk itulah, ia mengajak semua pihak membantu para penegak hukum untuk menuntaskan persoalan ini. Sebab tanggungjawab memerangi bahaya laten narkoba bukan lagi domainnya penegak hukum, namun butuh keterlibatan semua pihak. (amal)
No comments:
Post a Comment