Kontrak Karya Freeport Tidak Diperpanjang, NKRI Terancam Bubar?
Isu perpanjangan Kontrak Karya (KK) perusahaan tambang PT Freeport
Indonesia (PTFI) kembali mencuat setelah Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, mengeluarkan lagi "Jurus
Kepretnya" kepada anggota kabinet Presiden Jokowi. Kali ini yang
mendapat "kepret" Rizal Ramli adalah Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) Sudirman Said yang menyatakan telah menyepakati
kelanjutan operasi PTFI di komplek pertambangan Grasberg, Mimika, Papua
setelah tahun 2021.
Rizal Ramli menyindir Menteri ESDM dengan
mengatakan pemerintah saat ini tidak boleh gampang disuap oleh oknum
tertentu yang mementingkan kepentingan pribadi terkait perpanjangan
kontrak kerja PTFI.
Akhirnya Pemerintah melalui Menteri ESDM
membantah telah memperpanjang KK PTFI. "Tidak ada kata-kata perpanjangan
kontrak. Tetapi, hanya rumusan untuk persiapan kelanjutan investasi
Freeport dalam jangka panjang," kata Sudirman mengutip KOMPAS.com,
Senin (12/10/2015).
Bahkan, Presiden Jokowi akhirnya angkat
bicara mengenai kisruh perpanjangan KK PTFI yang membuat para menterinya
saling silang pendapat.
Dilansir semua media online nasional,
Jum'at (17/10/2015), Presiden Jokowi menegaskan surat yang dikirimnya
kepada Freeport, bukanlah mengenai perpanjangan KK izin operasi tambang.
Melainkan daftar kewajiban yang harus dipenuhi Freeport kepada
Indonesia. Menurut Presiden, ada lima poin utama yang ditegaskan
pemerintah kepada Freeport, yaitu penambahan royalti, divestasi saham,
pembangunan Papua ditingkatkan, lokal konten yang digunakan dan
pengolahan hasil tambang PTFI dilakukan di Indonesia dengan pembangunan
smelter.
Apakah Ada "Invisible Hand" Dalam Perpanjangan Kontrak Karya PT Freeport Indonesia?
KK
PTFI Pertama kali ditandatangani tahun 1967, berlaku selama 30 tahun
dan KK kedua ditandangani tahun 1991, juga berlaku 30 tahun yang akan
berakhir tahun 2021.
Konon, Soeharto waktu itu tidak mau
menandatangani KK PTFI yang kedua pada tahun 1991. Namun pada tahun 1991
terjadi peristiwa “Insiden Santa Cruz” di Provinsi Timor-Timur.
Akibat
peristiwa Santa Cruz, Pak Harto mendapat tekanan dari dunia
Internasional. Bisa jadi, AS memainkan “Kartu Truf” insiden di
Timor-Timur kepada Pemerintah Indonesia agar menyetujui KK PTFI yang
kedua atau kasus Santa Cruz akan menyeret banyak Perwira TNI ke hadapan
Pengadilan HAM Mahkamah Internasional di Den Hag, Belanda. Apakah
insiden di Dili tersebut membuat “The Smiling General “ itu akhirnya
menandatangani KK kedua PTFI?
Adanya “"The
Invisible Hand" dalam perpanjangan KK PTFI sangat dimungkinkan jika
dikaitkan dengan peta politik global pasca perang dingin berakhir. AS
tidak lagi menganggap penting posisi Soehato di Asia Tenggara sebagai
“bemper” untuk memerangi Komunis.
Bisa jadi, inilah faktor
penyebab tahun 1991 Pak Harto mulai merapat dengan kekuatan Islam
melalui Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang dimotori
Menristek BJ. Habibie, tujuannya untuk menghadapi tekanan AS dan
antek-anteknya di Indonesia pasca berakhirnya perang dingin.
Apakah
Presiden Jokowi akan menghadapi tantangan serupa seperti Presiden
Soeharto jika menolak perpanjangan KK PTFI ketiga pada tahun 2019?
Tidak
menutup kemungkinan “The Invisble Hand” kembali bermain jika KK ketiga
PTFI tidak diperpanjang Pemerintah Indonesia. Kemungkin, AS kembali akan
menekan Pemerintah Indonesia dengan berbagai cara, termasuk memecah
belah NKRI.
Di berbagai blog dan media sosial sudah santer
diinformasikan, ada rencana Indonesia akan dipecah menjadi 17 negara
baru oleh kekuatan-kekutan tidak terlihat. Proyeknya selama 5 tahun,
mulai tahun 2015 sampai 2020. (Baca :Skenario Iluminati: Tahun 2015 Indonesia Bubar)
Naga-naganya
operasi itu sudah dimulai dengan berbagai insiden, mulai Tolikara
sampai Singkil, kasus Syiah Sampang sampai Adzikra, dari isu terorisme
sampai komunisme. Bangsa Indonesia harus meningkatkan kewaspadaannya
menjelang tahun 2019. Selain ada agenda Pilpres, juga terkait rencana
perpanjangan KK PTFI.
Presiden Jokowi akan dicatat dalam sejarah
Indonesia dengan tinta emas jika berani tidak memperpanjang KK PTFI.
Namun, sebaliknya jika memperpanjang KK PTFI, akan menjadi pembenaran
selama ini bahwa Jokowi menjadi Presiden karena campur tangan “The
Invisble Hand” yang memiliki banyak kepentingan ekonomi dan politik di
Indonesia termasuk PTFI.
Dari penyataan Presiden soal Freeport
diatas, sudah bisa ditebak kemana arah keputusannya. Apakah Presiden
Jokowi juga sudah mendapat tekanan saat ini? Jika ya, memang diperlukan
“Herder Penjaga” sekelas Rizal Ramli untuk menggagalkan rencana jahat
mereka.
Sadur Kompasiana Muhammad Ridwan
No comments:
Post a Comment